
Agustinus Adisutjipto adalah pilot pertama TNI-AU (pada masa itu AURI), beliau berhasil menerbangkan pesawat pertama dengan lambang Merah-Putih pada 27 Oktober 1945 di Yogyakarta. Ia mendirikan Sekolah Penerbangan Maguwo pada 15 November 1945, cikal bakal lembaga pendidikan pilot TNI-AU. Selain itu, beliau turut mempelopori berdirinya Sekolah Teknik Udara di Maospati, Madiun, yang kini menjadi Lanud Iswahyudi. Saat Agresi Militer Belanda I (Operation Product), beliau ditugaskan bersama Abdulrahman Saleh untuk mengangkut bantuan obat dari Palang Merah Malaya (via Singapura). Misi ini berhasil menerobos blokade udara Belanda. Tragisnya, saat kembali ke Yogyakarta, pesawat Dakota VT-CLA mereka ditembak jatuh oleh dua pesawat Belanda, menewaskan seluruh kru, termasuk Adisucipto. Insiden itu akhirnya diperingati setiap tahunnya sebagai Hari Bakti TNI-AU, dan kemudian dibangun Monumen Perjuangan TNI-AU di Ngoto untuk mengenang mereka.
Atas jasa-jasanya, Adisucipto dianugerahi gelar Pahlawan Nasional melalui Keppres No. 071/TK/1974 tertanggal 9 November 1974. Bandara Maguwo di Yogyakarta juga diubah namanya menjadi Bandara Adisutjipto sebagai penghormatan kepadanya. Rasa hormat lebih lanjut ditunjukkan dengan kepindahan makam beliau ke Monumen Perjuangan di Ngoto pada 14 Juli 2000. Beliau wafat pada tanggal 29 Juli 1947, jauh sebelum dimulainya zaman reformasi Indonesia, sehingga ia tidak bisa memiliki peran secara langsung. Namun semangat kepahlawanan dan dedikasinya dalam dunia penerbangan menjadi inspirasi bagi generasi penerus.
Selama masa perjuangannya beliau telah memberikan berbagai contoh nilai-nilai yang dapat kita teladani. Nilai-nilai tersebut, yakni nilai nasionalisme dan cinta tanah air yang tinggi. Meskipun ia memiliki masa depan yang cerah, ia rela meninggalkan kemewahan karir militer di masa penjajahan untuk bergabung dengan perjuangan Republik Indonesia yang masih sangat muda dan serba kekurangan. Selain itu, beliau juga menunjukkan kita secara langsung contoh sikap profesionalisme dan semangat untuk menjunjung pendidikan tinggi yang dapat dilihat dari kemampuan penguasaan teknologi yang dimilikinya. Sebagai lulusan sekolah penerbang Militaire Luchtvaart Opleiding School (MLOS) di Kalijati, ia menguasai ilmu penerbangan dengan sangat baik. Ia tidak hanya menjadi pilot, tetapi juga ditugaskan untuk mendidik calon-calon pilot baru (seperti di Cadet Opleiding School, Maguwo). Ini menunjukkan komitmennya untuk mentransfer ilmu dan mencetak generasi penerus yang kompeten. Lalu sikap Integritas dan komitmen pada tugas, misinya menerbangkan pesawat dari India ke Indonesia (dalam peristiwa “penerbangan avtur”) adalah misi yang sangat berisiko untuk mengobati kelangkaan bahan bakar. Ia tahu risikonya, tetapi tetap melaksanakan tugas karena itu penting untuk kelangsungan AURI. Terakhir yang dapat kita contoh yaitu sikap keberanian dan sikap pantang menyerah. Ia terus terbang dan menjalankan misi meskipun tahu Angkatan Udara Belanda (ML-KNIL) memiliki kekuatan yang jauh lebih superior. Semangatnya tidak patah oleh ketimpangan kekuatan.
Dalam masa perjuangan, selain menjalankan perannya sebagai pahlawan nasional, beliau tetap memegang teguh nggi nilai-nilai yang telah diajarkan oleh Kitab Suci. Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai Kitab Suci dapat menjadi dasar keterlibatan dalam hidup berbangsa dan bernegara. Ia menghidupi nilai kasih dan pengorbanan sebagaimana diajarkan dalam Yohanes 15:13 yang berbunyi “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya”, dengan rela mempertaruhkan nyawa demi kemerdekaan bangsa. Dalam tugasnya sebagai penerbang militer, ia tidak hanya menjalankan perintah, tetapi juga menunjukkan semangat pelayanan dan kerendahan hati, mencerminkan ajaran Yesus tentang menjadi pelayan bagi sesama (Markus 10:43).
Lebih jauh, perjuangannya juga mencerminkan nilai keadilan, perdamaian, kesetiaan, dan cinta tanah air. Ia berjuang bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan demi kebenaran dan kesejahteraan bersama, sejalan dengan Matius 5:9 yang mengatakan “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah”. Dengan demikian, kehidupan Agustinus Adisucipto mengajarkan bahwa iman dan Kitab Suci harus diwujudkan dalam tindakan nyata untuk bangsa, sehingga pengabdian kepada tanah air menjadi bagian dari pengabdian kepada Allah.
Selain itu beliau juga menerapkan nilai-nilai Vinsensian tanpa didasarinya, pertama yaitu nilai kesederhanaan/simplisitas karena beliau rela meninggalkan kemewahan karir di militer Belanda di masa penjajahan untuk bergabung dengan perjuangan rakyat Indonesia yang pada saat itu serba kekurangan. Kedua yaitu, ia menerapkan nilai mati raga, karena ia tidak takut maju untuk menaruh dirinya dalam medan perang dan membahayakan nyawanya, demi berjuang demi kemerdekaan negaranya.







Leave a Reply