Artikel Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo – Kelompok 5

 

Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo adalah seorang prelat gerejawi Indonesia dari Gereja Katolik, yang telah menjabat sebagai Uskup Agung Jakarta sejak 29 Juni 2010. Sebelum menduduki jabatan ini, Uskup Agung Suharyo adalah Uskup Koajutor Uskup Agung Jakarta. Saat ini ia juga menjabat sebagai Ordinaris Militer Indonesia. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Uskup Agung Semarang dari tahun 1997 hingga 2009. Ia juga disebut dengan nama Uskup Agung Suharyo. Sejak 15 November 2012, Suharyo menjabat sebagai Ketua Konferensi Waligereja Indonesia, menggantikan Uskup Martinus Dogma Situmorang, OFM.Cap. Pada tanggal 5 Oktober 2019, ia secara resmi diangkat oleh Paus Fransiskus sebagai kardinal untuk Gereja Katolik di Indonesia.

Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo lahir pada tanggal 9 Juli 1950 di Sedayu, Bantul, Yogyakarta, Indonesia. Ayahnya bernama Florentinus Amir Hardjodisastra, pegawai Dinas Pengairan Daerah Istimewa Yogyakarta. Ibunya bernama Theodora Murni Hardjadisastra. Ia adalah anak ketujuh dari sepuluh bersaudara. Suharyo mengawali pendidikan dasarnya di SD Kanisius Gubuk, Sedayu, dan di kelas IV pindah ke SD Tarakanita Bumijo, Yogyakarta. Ia melanjutkan pendidikan di Seminari Menengah Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, mulai tahun 1961. Ia menamatkan pendidikan menengah di Seminari Tinggi Mertoyudan dan lulus tahun 1968. Ia kemudian melanjutkan pendidikan tinggi di IKIP Sanata Dharma, Yogyakarta, dan meraih gelar Sarjana Muda Filsafat/Teologi tahun 1971 serta gelar Sarjana Muda Filsafat/Teologi tahun 1976. Ia ditahbiskan menjadi imam Keuskupan Agung Semarang pada tanggal 26 Januari 1976. Kardinal Justinus Darmojuwono kemudian menugaskannya untuk melanjutkan studi di Roma, Italia. Ia menyelesaikan studi doktoralnya dalam Teologi Biblis di Universitas Kepausan Urbaniana di Roma pada tahun 1981 dan menerima gelar doktor dalam teologi pada tahun 1981 dengan tesis Implikasi eklesiologis dari narasi Lukan perjamuan terakhir. Setelah kembali ke tanah air, Suharyo Hardjoatmodjo terlibat dalam pembinaan imamat di seminari di Yogyakarta. Dari tahun 1981 sampai 1991, ia juga mengajar kateketik di Sekolah Tinggi Filsafat Kateketik Pradnyawidya di Yogyakarta. Antara tahun 1983 dan 1993, ia mengepalai Departemen Filsafat dan Sosiologi di Universitas Sanata Dharma di Yogyakarta, sebelum menjadi Dekan Fakultas Teologi di sana pada tahun 1993. Mulai tahun 1989, ia juga menjabat sebagai Guru Besar Studi Perjanjian Baru di Fakultas Teologi Wedabhakti di Yogyakarta, dan dari tahun 1994 sampai 1996 juga mengajar di Universitas Kristen Duta Wacana di Yogyakarta dan Universitas Katolik Parahyangan di Bandung. Selanjutnya, dari tahun 1996 sampai 1997, Suharyo Hardjoatmodjo menjabat sebagai Direktur Program Pascasarjana Universitas Sanata Dharma dan pada tahun 1997 menjabat sebagai Ketua Konsorsium Yayasan Driyarkara. Ia juga menjadi anggota Komisi Kitab Suci Keuskupan Agung Semarang dan memimpin Persaudaraan Imam Praja.

Paus Yohanes Paulus II mengangkatnya sebagai Uskup Agung Semarang pada tanggal 21 April 1997. Pada tanggal 8 September 2000, Suharyo menjabat sebagai uskup pendamping dalam pentahbisan uskup Keuskupan Purwokerto. Dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2006, Suharyo terpilih menjadi Sekretaris Jenderal Konferensi Waligereja Indonesia untuk masa jabatan tiga tahun sampai dengan tahun 2003, di mana Kardinal Julius menjabat sebagai Ketua Konferensi. Pada tanggal 8 November 2003, Suharyo terpilih kembali untuk jabatan yang sama, dengan Kardinal Julius sekali lagi menjabat sebagai Ketua Presidium. Ia juga merupakan anggota Komisi Ekumenisme dan Dialog Antaragama dari Federasi Konferensi Waligereja Asia (FABC) dari tahun 2000 hingga 2006. Suharyo juga menjabat sebagai Guru Besar Teologi di Universitas Sanata Dharma mulai Mei 2004. Pada tanggal 2 Januari 2006, ia juga diangkat sebagai Ordinariat Ordinaris Militer Indonesia. Pada tanggal 16 November tahun yang sama, ia terpilih sebagai Wakil Ketua I Konferensi Waligereja Indonesia dari tahun 2006 sampai 2012. Pada tanggal 16 Juli 2008, bersama dengan Nuncio Apostolik untuk Indonesia dan Timor-Leste, serta Uskup Agung Capri Capreae, Leopoldo Girelli, Uskup Agung Suharyo bertindak sebagai ko-konsekrator dalam penahbisan Johannes Pujasumarta sebagai Uskup Bandung. Takhta Suci mengangkat Uskup Agung Suharyo sebagai Uskup Agung Koajutor Jakarta pada 25 Juli 2009. Ia secara resmi meninggalkan Keuskupan Agung Semarang pada 27 Oktober 2009 dan diterima oleh Keuskupan Agung. Pada tanggal 11 November 2009, Uskup Agung Suharyo kembali menjabat sebagai Wakil Ketua I Konferensi Waligereja Indonesia. Pada tanggal 13 September 2014, Paus Fransiskus mengangkatnya sebagai anggota Kongregasi untuk Evangelisasi Bangsa-Bangsa. Ia terpilih sebagai Ketua Konferensi Waligereja Indonesia pada tahun 2012 hingga 2022.

Pada tanggal 1 September 2019, Paus Fransiskus mengumumkan akan mengangkatnya menjadi kardinal, yang ketiga dari Indonesia. Pada tanggal 5 Oktober 2019, Paus Fransiskus mengangkatnya Kardinal Imam dari Spirito Santo alla Ferratella. Ia diangkat menjadi anggota Kongregasi untuk Evangelisasi Bangsa-Bangsa pada tanggal 21 Februari 2020. Pada bulan Maret 2025, ia meminta otoritas pemerintah untuk membebaskan artis transgender Ratu Thalisa dari penjara setelah ia divonis bersalah atas penistaan agama berdasarkan pengaduan kelompok Protestan setelah ia bercanda bahwa Yesus harus memotong rambutnya untuk menyesuaikan diri dengan stereotip gender modern. Suharyo Hardjoatmodjo mengatakan orang Kristen membutuhkan rasa humor, menyerukan penghormatan terhadap “kebebasan berekspresi” dan mengatakan bahwa “hanya orang-orang yang tidak dapat merayakan keberagaman yang merasa terganggu” oleh humorny

Ignatius Suharyo berperan dengan mengajak umat Katolik untuk mencintai tanah air dan memahami nilai – nilai Katolik secara mendalam. Dalam era Proklamasi Kemerdekaan hingga era reformasi, ia tidak membantu dalam aspek politik, namun dalam aspek pembinaan kerohanian dan nilai – nilai kebangsaan. Ignatius Suharyo dikenal sebagai sosok yang dekat dengan orang kecil dan alam, serta memilih “caping gunung” sebagai simbol pelayanannya. Setelah ditahbiskan menjadi imam pada 1976, Ignatius Suharyo mengajar di seminari tinggi di St.Paulus di kentungan, Yogyakarta. Ia berkontribusi dalam pemikiran teologi kontekstual, sebuah usaha pendekatan yang mencoba menjawab tantangan sosial-politik melalui lensa Katolik. Hal ini penting karena di masa orde baru, iman harus berhati – hati dalam konteks politik yang represif.

Pada masa reformasi, Ignatius Suharyo menjadi pemimpin umat Katolik di Jawa tengah dan DIY saat Indonesia masuk ke era reformasi. Ia mulai mendorong umat Katolik untuk aktif dalam membangun masyarakat yang sipil dan demokrasi melalui prinsip prinsip keadilan sosial, pluralisme, serta dialog antar agama. Ia pun juga dikenal sebagai tokoh yang aktif dalam menjalin dialog lintas agama, terutama setelah konflik yang bernuansa SARA di awal reformasi. Akhirnya ini memperkuat posisi Gereja Katolik sebagai pihak yang pro persatuan dan kerukunan dalam masyarakat plural Indonesia. Pada 2012, ia menjadi ketua KWI atau Konferensi Waligereja Indonesia. Ia membawa suara Gereja Katolik dalam berbagai nasional seperti korupsi, kemiskinan, pendidikan, kesehatan, dan advokasi sosial. Dalam banyak pernyataan resmi KWI, Ignatius Suharyo menyerukan pentingnya etika politik, transparansi pemerintahan, dan perlindungan kaum lemah. Ia juga dikenal mendorong Gereja untuk lebih aktif dalam pendidikan dan pelayanan sosial, terutama di daerah terpencil atau miskin. Pada 2019, Ia diangkat oleh Paus Fransiskus sebagai kardinal pertama dari Indonesia yang berdomisili di Indonesia. Sebagai kardinal, ia menjadi wajah Gereja Katolik Indonesia di panggung global, dan sering menyuarakan pentingnya konteks lokal Indonesia di tingkat internasional.

Kardinal Ignatius Suharyo memandang Kitab Suci sebagai fondasi etis dan spiritual yang menuntun umat beriman untuk terlibat aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ia menekankan bahwa iman bukan sekadar urusan pribadi atau ritual, melainkan harus berbuah dalam tindakan nyata demi kebaikan bersama. Nilai-nilai seperti kerendahan hati dalam pelayanan, bela rasa terhadap sesama, keadilan sosial, dan kesetiaan pada kebenaran menjadi prinsip utama yang diangkat dari Kitab Suci. Motto pelayanannya, “Aku melayani Tuhan dengan segala rendah hati” (Kisah Para Rasul 20:19), mencerminkan semangat pengabdian yang jauh dari ambisi kekuasaan. Dalam konteks Indonesia yang majemuk, beliau menegaskan bahwa pluralisme adalah kekayaan yang harus dirawat melalui dialog dan solidaritas lintas agama. Gereja, menurutnya, harus hadir sebagai saksi kasih Allah di tengah masyarakat, menjadi garam dan terang dunia melalui pelayanan di bidang pendidikan, kesehatan, dan advokasi sosial. Keterlibatan umat Katolik dalam menjaga keutuhan bangsa dan memperjuangkan keadilan bukan hanya bentuk tanggung jawab kewarganegaraan, tetapi juga panggilan iman yang bersumber dari nilai-nilai Kitab Suci.

Nilai Vinsensian kerendahan hati menjadi inti dari kepemimpinan Suharyo karena sangat selaras dengan semangat Vinsensian yang menolak kekuasaan demi pelayanan. Beliau juga menekankan pentingnya membangun persaudaraan lintas batas, yang sejalan dengan semangat komunitas Vinsensian yang inklusif dan penuh kasih. Dalam konteks Indonesia, Suharyo mengajak umat untuk menjadi “Katolik Indonesia” yang aktif terlibat dalam kehidupan sosial dan kebangsaan, dengan semangat kasih dan keadilan—suatu panggilan yang juga menjadi inti dari karya Vinsensian dalam pendidikan, kesehatan, dan advokasi sosial. Dengan demikian, nilai-nilai Ignatius Suharyo dan spiritualitas Vinsensian saling memperkaya: keduanya mengajak umat untuk menjadikan iman sebagai kekuatan transformatif dalam masyarakat, bukan hanya sebagai identitas rohani, tetapi sebagai panggilan untuk melayani dan mengangkat martabat manusia.

Daftar Pustaka

https://id.wikipedia.org/wiki/Ignatius_Suharyo#:~:text=Ignatius%20Suharyo%20Hardjoatmodjo
%20(lahir%209,menggantikan%20Kardinal%20Julius%20Darmaatmadja%2C%20S.J

https://mediaindonesia.com/internasional/768489/kardinal-ignatius-suharyo-suara-moral-bangsa-dan-pelopor-dialog-antaragama-di-indonesia
https://www.dokpenkwi.org/mgr-ignatius-suharyo-terpilih-kembali-sebagai-ketua-kwi-periode-2018-2021
https://koran-jakarta.com/2019-09-07/ignatius-kardinal-suharyo-gelorakan-terus-pengamalan-pancasila
https://santabernadet.id/home/post/539
https://tirto.id/uskup-ignatius-suharyo-hardjoatmodjo-ordo-apa-usia-kardinal-indonesia-haAH
https://www.antaranews.com/berita/4293079/tokoh-lintas-agama-ajak-generasi-muda-tanamkan-prinsip-persaudaraan?utm_source

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *