Oerip Soemohardjo
![]()
Oerip Soemohardjo lahir dengan nama Muhammad Sidik pada 22 Februari 1893 di Purworejo. Merupakan seorang putra kepala sekolah dan putri Bupati Trenggalek. Ia mengubah namanya menjadi Oerip yang berarti “hidup” atau “selamat” setelah Ia pernah mengalami kecelakaan selama masa kecilnya. Oerip Soemohardjo adalah salah satu tokoh militer penting di awal kemerdekaan Indonesia. Ia adalah seorang Jendral TNI yang menjadi kepala Staf Umum TKR pertama dan tokoh kunci dalam pembukaan TNI. Sebelum proklamasi kemerdekaan, Oerip merupakan seorang perwira dengan pangkat tertinggi di KNIL (Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger), yang memberikan dia pengalaman bermiliter, namun ia memutuskan bergabung dengan perjuangan kemerdekaan Indonesia dan mendedikasikan kemampuannya untuk mempertahankan kedaulatan negara. Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia menghadapi ancaman kembalinya Belanda dan sekutu. Untuk itu dibutuhkan sebuah tentara nasional yang terorganisir. Oerip kemudian ditunjuk sebagai Kepala Staf Umum Tentara Keamanan Rakyat (TKR), cikal bakal TNI. Dalam posisi ini, ia berperan menyusun organisasi militer Indonesia dan menyatukan berbagai laskar rakyat yang sebelumnya berjuang secara terpisah.
Selain sebagai organisator, Oerip juga dikenal sebagai sosok yang disiplin, nasionalisme, dan tegas. Ia menjadi teladan bagi prajurit muda dan turut serta dalam perundingan awal Indonesia–Belanda. Sayangnya, perjuangannya terhenti pada tahun 1948 ketika ia wafat di Yogyakarta saat Agresi Militer Belanda II. Walaupun demikian, jasanya tetap dikenang sebagai peletak dasar militer Indonesia yang kuat.
Ada berbagai nilai yang dapat kita ambil dari sosok Oerip Soemohardjo. Yang pertama, beliau dikenal dengan keberaniannya. Keberanian itu muncul di saat ia mengambil keputusan maupun dalam menghadapi tantangan. Ia berani menegur pejabat yang melanggar aturan, bahkan di saat hal itu berpotensi menimbulkan masalah bagi dirinya sendiri.
Oerip Soemohardjo juga menunjukkan sikap rela berkorban demi kepentingan yang lebih besar, yaitu bangsa dan negara. Ia tidak ragu mengorbankan kepentingan pribadi demi kemajuan Indonesia. Ia tidak ragu untuk meninggalkan KNIL karena ia tidak ingin membela lawannya. Ia lebih memilih untuk membela negaranya.
Selain itu, Oerip Soemohardjo memiliki semangat nasionalisme yang tinggi, terbukti dari pengabdiannya kepada negara dan bangsa. Ia tidak takut untuk berkorban demi kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia. Oerip selalu berusaha untuk membela negara tercintanya. Beliau tidak mencari kepentingan pribadi, melainkan ia mementingkan kepentingan negara untuk mendapatkan kemerdekaan dan kedaulatan.
Oerip Soemohardjo memiliki integritas yang tinggi dalam membela kebenaran dan menegakkan keadilan. Ia berani menyuarakan kebenaran, meskipun harus menghadapi risiko. Hal itu bisa dilihat saat ia rela membela kebenaran dalam persoalan dengan bupati Purworejo yang menyebabkan ia berhenti dari dinas militer.
Dari nilai-nilai keteladanan yang bisa kita dapatkan, kita juga dapat menganalisis keteladanan tersebut melalui sudut pandang Kitab Suci. Pertama, nilai keikhlasan dalam mengabdi tampak dalam pilihan Oerip yang rela meninggalkan kenyamanan hidup pribadi sebagai pensiunan KNIL untuk kembali terjun membela bangsa. Sikap ini selaras dengan kutipan ayat Kolose 3:23: “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.”
Selain itu, Oerip menampilkan sikap disiplin dan tanggung jawab. Ia dikenal tegas dan tidak pernah setengah hati dalam melaksanakan tugas. Lukas 16:10 menyatakan, “Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar.” Ayat tersebut sejalan dengan tindakan Oerip selama hidupnya.
Keteladanan Oerip juga nampak dalam keteguhan dan keberanian menghadapi penjajah meski kekuatan militer Indonesia saat itu jauh lebih lemah. Firman Tuhan memberi penguatan: “Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, jangan takut dan jangan gemetar, sebab Tuhan, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai engkau” (Ulangan 31:6). Keberanian sejati bukanlah ketiadaan rasa takut, melainkan keyakinan bahwa Allah selalu menyertai perjuangan yang benar.
Dari beberapa nilai diatas, kita melihat bagaimana Kitab Suci Katolik memberikan dasar moral dan spiritual yang dapat diterapkan dalam kehidupan bebangsa dan bernegara. Oerip Sumohardjo bukan hanya tokoh militer, tetapi juga teladan iman yang hidup, menunjukkan bahwa perjuangan bagi bangsa adalah bagian dari panggilan iman kristiani.
Oerip juga menunjukkan nilai-nilai Vinsensian. Ia menunjukkan kerendahan hati dan kesederhanaan, dimana meski ia memiliki jabatan yang tinggi, ia tidak mengejar jabatan. Ia tidak pernah merasa tersaingi dengan siapa pun, justru ia bekerja sama dengan orang lain. Pada tanggal 12 November 1945, saat Oerip menjabat sementara sebagai Panglima Tentara, namun pada saat yang bersamaan hasil konferensi memilih Kolonel Sudirman yang lebih muda dan sebelumnya belum dikenal secara nasional. Oerip dengan lapang dada menerima hal tersebut dan justru bekerja sama dengan baik dengan Sudirman. Oerip memberikan sebuah teladan yang sesuai dengan nilai-nilai Vinsensian dan mengajarkan kita untuk tidak sombong dengan jabatan yang kita punya.
Kelembutan hati yang ada pada dalam diri Oerip sangat mencerminkan nilai-nilai Vinsensian. Kita tahu bahwa Oerip merupakan bebas tentara KNIL dan dikenal sebagai orang yang sangat disiplin dan keras. Namun, sisi kemanusiaannya adalah di mana saat ada seseorang yang melakukan kesalahan, Oerip tidak mempermalukan orang tersebut, justru ia memanggilnya secara tertutup dan menegur tetapi tetap mengarahkannya. Oerip mengajarkan kita bahwa meski kita memiliki pribadi yang keras sebagai seorang pemimpin, bukan berarti kita tidak memiliki sisi kemanusiaan, namun kita bisa tetap tegas dan tetap menghargai sesama kita.
Oerip mencerminkan sikap matiraga, dimana Oerip mengorbankan segalanya, mulai dari karir, keamanan finansial, bahkan kesehatannya. Oerip sebagai Mayor di KNIL dengan gaji yang sangat tinggi, rumah dinas mewah, dan mobil pribadi. Namun, pada Oktober 1945, ia memilih untuk mengembalikan semua fasilitas tersebut, ia mengundurkan diri dari KNIL. Ia meninggalkan kenyamanan hidupnya untuk berjuang semasa hidupnya. Ia menunjukkan pada kita bahwa setiap perjuangan yang akan kita lakukan pasti akan membutuhkan pengorbanan yang banyak.
Penyelamatan jiwa-jiwa yang dilakukan oleh Oerip adalah di mana ia dengan keahliannya membangun Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dari nol. Saat tiba di Yogyakarta, kondisi militer Indonesia sangat kacau. Oerip yang ada di situ mendirikan Markas Besar Umum. Ia menyusun rencana dan mengumpulkan serta memobilisasi mantan perwira KNIL, PETA, dan Heiho untuk melatih pemuda-pemuda. Di situ ia menyelamatkan banyak jiwa bangsa dari jurang keputusasaan saat mereka sudah mulai tidak memiliki sebuah harapan.
Sitompul, Martin. “Oerip Soemohardjo di Mata Belahan Jiwa.” Historia.ID, 13 Aug. 2025, https://www.historia.id/article/oerip-soemohardjo-di-mata-belahan-jiwa.







Leave a Reply